ranting-ranting itu dan senja



Sejak kecil aku mempunyai hobby mengamati lingkungan sekitarku, dan setelahnya menghayal hingga pikiranku pergi meninggalkanku. Dulu aku pernah beberapa kali di omeli guru, bahkan pernah sampai dilempari dengan penghapus papan tulis karena jiwaku kembali pergi berpetualang ke tempat lain haha. Aku masih ingat sekali jika sepulang sekolah selain membaca dan menggambar, aku biasanya menghabiskan waktu melihat keluar jendela, didepan rumahku 10 tahun silam adalah lahan kosong, aku suka sekali mengamati pohon papaya dengan buahnya yang hijau dan ranum-ranum itu, tapi hal yang sebernanya kuperhatikan adalah para burung gereja yang sedang membuat sarangnya diantara buah buahan papaya itu, ramai skali, mereka bagai keluarga burung yang bahagia hehe. 

Hingga skarang aku masih suka mengamati sesuatu, yeah jikapun bukan langit maka pohon dan para ranting serta dedaunannya. Hmm hari ini aku melihat pohon mangga yang sangat tinggi, di ujung pucuk nya terdapat sisa sisa ranting kecil yang membuatnya menjadi tempat para burung menyandarkan kakinya, maupun tempat angin menyambar serta pemandangan yang menambah cantiknya gradien langit dikala senja, seperti sekarang.

Puncak mangga yang begitu megah itu terlihat begitu jauh tapi juga dekat, aku jadi membayangkan bagaimana rasanya jika berada tepat pada puncaknya itu. Bisa merasakan ramainya angin yang menyambar, disaat yang sama akupun mampu menebak rasa sepinya menjadi para ranting dipucuk sebuah pohon mangga yang tinggi. Perasaanku yang ramai dari kejauhan hanya mampu menebak apa yang sebernanya terjadi di pucuk pohon mangga itu.

Dan terkadang seperti itu juga kenyataan, betapa ramainya perasaan dalam diamku beberapa tahun ini, hanya mampu menebak keadaannya saja, mencuri kabar dari dunia ilusi, dunia maya.
Waktu yang habis terenggut percuma bagai derusan angin dingin yang menyambar, tak ada siapa-siapa, tertinggal sepi…
Mungkin seperti itulah kenyataanku, tak terlihat, tak diketahui.
Mungkin seperti itulah perhatianku, tak terlihat, tak diketahui.

Bagai dunia berbeda yang dengan paksa kujelajahi, berakhir dengan aku yang  tersesat dalam hutan keputus-asaan, begitu gelab hingga para bintang tertutup dibalik rindangnya hutan rimba kekelaman itu. 

Tapi pada akhirnya aku belajar begitulah hidup, kita tak punya yang terbaik untuk segalanya tapi kita membuat segalanya menjadi yang terbaik. :) 

::Bersyukurlah dalam segala hal, sebab Tuhan itu baik selalu-selamanya. ::

Comments

Popular posts from this blog

hanya Dia

Evolusi ( Pro dan Kontra ?)

jika kita lemah