Batu dan Sangihe
Melihat satu gambar batu di atas
mengingatkanku pada batu-batu koleksiku yang tlah hilang (di buang mama secara
tak sengaja, mungkin!) . mengumpulkan batu-batu yang unik memang sudah menjadi
kebiasaan sejak kecil, memilih dan menyimpan batu yang kusuka maupun kudapat,
saking parahnya dulu batu sering kupakai sebagai jimat keberuntungan.
haha hanya pemikiran anak kecil yang suka batu aneh, hingga beranjak SMP pun
kebiasaan ini tak putus juga, bukan dengan menjadikan dia jimat tapi, kebiasaan
mengkoleksi batu ini semakin bertambah. bayangkan saja pecahan batu dari jalan
rayapun(aspal) kuambil dan disimpan dirumah, xD tak bercanda, tapi lapisan yang
terbentuk akibat senyawa aspal itu memang agak menarik untuk anak awam
sepertiku waktu itu. Dan sekarang ? kesukaanku agaknya bertambah. ceritanya 2
tahun silam kami sekeluarga bersama rombongan besar rukun Lombotari pulang ke
kampung halaman orang tuaku di pulau Sangihe, memakan waktu perjalanan dengan
kapal laut selama kurang lebih 1 malam.
Akhirnya kamipun tiba di pelabuhan
tahuna (ibukota sangihe) pada pukul 4 pagi, menikmati udara pagi yang dingin
dan tempat baru yang akhirnya bisa kupijak, beradu dengan matahari pagi
yang seakan malu menunjukan sinarnya, membuka sekilas pemandangan baru, deretan
perbukitan hijau menyapa kami. Belum sampai disitu, kamipun harus
menikmati perjalanan menggunakan angkutan umum kurang lebih 1,5 jam
perjalanan karena tempat sebernanya yang akan kami tuju adalah desa
Tariang lama, itu adalah desa keluarga besar rukun ini, termasuk aku dan
keluargaku. disana ada banyak sanak saudara yang tinggal, bisa dibilang
kami bertamu ke desa itu sekalian pulang ke kampung halaman.
Perjalanan dari Tahuna ke desa
Tariang melewati banyak desa, serta pemandangan yang menarik, diantaranya
jembatan-jembatan yang tak habis-habisnya memagari pulau ini, entah itu
jembatan terlebar, terpanjang, terkecil, terpendek ataupun tertinggi. jelasnya
pulau ini sungguh kaya akan jembatannya, koreksi baiklah kaya akan sungainya.
jika melihat sendiri siapapun pasti akan merasa heran karena tidak lebih dari
100 meter kau pasti akan menemukan jembatan disana. Haha
Mengapa demikian? Menyimak penjelasan
dari para sesepuh, katanya sungai-sungai itu terbentuk oleh karena letusan
gunung Awu, gunung yang tepat berada di tengah-tengah pulau sangihe ini merupakan
gunung berapi jenis stratovolcano , dengan sejarah letusan pada tahun 1711,
1812, 1856, 1892 and 1966 yang menyebabkan lebih 8000 orang tewas akibat letusannya.
Itulah mengapa banyak terdapat sungai disana, sungai - sungai tersebut konon
merupakan tempat aliran larva yang keluar dari gunung tersebut.
Setelah melewati berbagai desa, hutan,
jembatan dan jalan berkelok curam tipe Z
(haha bukan S lagi tapi Z coy !) dijamin pengendara bermotor tak berpengalaman
tak bisa lulus hidup dari jalan tersebut hihihi. Kamipun sampai didesa Tariang
lama, menginap dirumah sanak saudara disana selama 2 minggu. Merasakan untuk
pertama kali suasana dikampung halaman, melihat aktivitas para warga, maupun
aturan-aturan dikampung tersebut, mata pencaharian warga disana pada umumnya
adalah nelayan dan petani karena dilihat dari tempatnya yang terletak didaerah
pesisir. Menyenangkan, tidak seperti dikota, disana aku boleh menikmati rasanya
mandi disungai, pergi ke pantai pun para warga yang masih ramah-ramah dan
gotong royong.
Bicara soal pantai, tipe pantai
didaerah ini, adalah pantai berbatu. sejauh mata memandang kau akan melihat
bergam jenis batu-batu dengan perbedaan bentuk dan ukuran. Sebernanya tidak
hanya pada pantainya saja kau akan menemukan batu. Didaerah sungainya pun
banyak terdapat batu walau dalam batas kenormalan sebuah sungai yang memang
biasanya berbatu. yeah dari sinilah koleksi bebatuanku dulu, diroit jenis batu
yang ada di gambar diataspun terdapat disana belum juga dengan berbagai jenis
batuan beku yang lainnya. Batu-batu yang akhirnya kubawa pulang, yaitu jenis
batuan beku dan sedimen yang memiliki tekstur-tekstur berbeda serta warna-warni
yang kemilau. Hmm mengecewakan bila diingat karna batu-batu itupun hilang entah
kemana sekarang -_- .
Tapi satu hal yang membuatku cukup
senang, bahwa batu-batu itulah penanda sisa-sisa letusan gunung besar yang pernah
terjadi dikepulauan ini, batu-batu yang terbentuk oleh lahar atau muntahan
magma dari perut bumi membentuk suatu mineral – mineral yang beragam. Seperti batuan
jenis diroit diatas, yang merupakan komposisi menengah antara granit dan gabro.
Batuan jenis gabropun cukup banyak ku jumpai disana hihihi, jika diingat-ingat
sebernanya masih banyak jenis batuan beku yang kutemukan dengan keunikan mereka
masing-masing.
Bukan hanya aku saja loh yang menjadi
maniak batu dadakan kala itu, batu yang kuambilpun termasuk yang paling kecil
kategori bisa di isi di saku. Melihat kategori para mereka-mereka termasuk mama
dan oma >_> yang bisa menenggelamkan kapal dengan muatan tambahan batu
ulet-ulet sambal ataupun alat pemecah kenari (?) hahaha. Itupun alasan mengapa ada
banyak suara gulingan batu dikapal sewaktu pulangnya. Hmm itulah kemegahan batu
dipulau Sangihe.
Masih ada kemegahan lainnya, yang tak
kalah seru sebernanya sekalian alasan mengapa rombongan kami ada disana (in the
firstplace) yaitu kebudayaannya. Suatu acara yang setiap tahun dilakukan. acara
tutup tahun atau Tulude.
Upacara tutup tahun ini diawali
dengan arak-arakkan membawa dodol yang dibuat bentuk kerucut panjang keliling
desa (apa namanya? Lupa x.X) pembuatannya pun dibuat bersama-sama, saya selaku
penonton waktu itu hihihi.
Upacara tahun itu, diramaikan oleh
kehadiran rombongan kami dari Bitung dan rombongan dari Lolak, serta rombongan
dari manado walau mereka tak sebanyak rombongan kami dari Bitung.
Setelah sesi beribadah yang rangkaian
doanya tak bisa ku mengerti-_- (menggunakan bahasa daerah). Tiba pada sesi tarian perang yang dimainkan
oleh beberapa tamu dan tuan rumah, tarian bernuansa kental akan adat dan akar
budayanya, beberapa sanak saudaraku (kerabat keluarga) juga ikut memainkan itu,
yeah mereka adalah anak-anak desa tersebut ditambah dengan beberapa orang
rombongan kami yang ikut berpartisipasi . Banyak tua muda mudi datang jauh-jauh
menonton sekalian merekam upacara tersebut.
Tidak sampai disitu, masih ada satu
sesi acara lain malamnya, yeah bisa dibilang ini, adalah acara pentupnya. Tarian
yang aku sudah lupa sebutannya, kata mereka kita akan rugi jika tidak ikut
dalam sesi yang satu ini, yeah..akupun termasuk salah satu orang yang tidak
ikut hehe. Cukup melihat keadaan sekitar yang memang ramai sewaktu malam itu. Menyimpan
suatu rasa perpisahan yang sedih, meninggalkan desa yang mungkin menunggu untuk
diramaikan kembali tahun berikutnya.
Comments
Post a Comment